Senin, 07 Mei 2012

Metropolis

Apa sih yang kota ini janjikan untuk kita?

Sebagai ibukota dengan predikat daerah istimewa, kota ini nyatanya jauh dari standar sebuah ibukota negara. Populasi tidak terkontrol, sarana dan prasaranan umum yang tidak memadai, fasilitas transportasi yang ala kadarnya, serta pembangunan yang menitik beratkan pada kepentingan komersil membuat kota ini menjadi tidak nyaman untuk dihuni penduduknya. 

Generasi saya adalah generasi urban. Dimana intelektualitas menjadi sebuah gaya hidup. Idealisme bukanlah gaya saya. Tapi bagaikan menonton film horor, hidup di kota ini menyajikan banyak ketakutan yang tidak terduga. Intelektulitas tidak bisa dipakai di kota ini. Apalagi yang saya punya selain intelektualitas?
Hidup memang selalu tentang survival. Tapi apakah karena ingin survive, harus membutakan moral dan hati nurani? Logika saya memang bukan logikanya Plato atau Socrates. Tapi tidak masuk di akal saya, hanya karena ingin survive dari kehidupan, harus meniadakan kehidupan lainnya. Jelas ini bukan gaya hidup generasi saya. Sama seperti sebagian besar penduduk kota ini, saya merupakan salah satu barisan sakit hati atas penyelenggaraan kehidupan di kota ini. Birokrasi korup memang sudah mengakar, tapi saya tidak mempermasalahkan itu. Yang saya permasalahkan disini adalah kegagalan dalam menyelenggarakan kehidupan.

Kota ini mirip dengan Metropolis, kota-nya Superman. Sama bobroknya. Banyak manusia-manusia bermental Lex Luthor di kota ini. Dan semakin sedikit pula manusia-manusia yang bermental Superman. Ini jelas-jelas jauh dari tujuan masyarakat madani
.
Saya tidak ingin banyak kritik. Saya bukan seorang pembangun. Tapi saya ingin menjadi bagian dari kebesaran kota ini. Kalau orang boleh bangga bisa menjadi New Yorker atau Londoners, saya ingin merasa bangga menjadi seorang Jakartans.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar